LAPORAN
PRAKTIKUM REKAYASA AKUAKULTUR
Oleh
:
Nama
|
:
|
Alfan Andrian
|
NIM
|
:
|
C1K 008044
|
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2010
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kepadatan
tinggi pada budidaya intensif akan memberikan produksi yang tinggi. Akan
tetapi, sistem secara intensif memiliki beberapa kelemahan yang dapat merugikan
pembudidaya. Kadar amoniak tinggi yang dihasilkan dari feses dan sisa makanan
ikan yang terdekomposisi dapat merusak kualitas air budidaya. Dalam kualitas
air yang rusak, ikan akan mengalami stress, dan tingkat kekebalan tubuhnya akan
menjadi menurun. Kondisi sistem imun yang lemah, merupakan kesempatan yang
sangat baik bagi pathogen untuk menyerang ikan. Akibatnya ikan akan sakit dan
mengalami kematian.
Salah
satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui rekayasa akuakultur.
Rekayasa akuakultur diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan
dalam proses budidaya untuk meningkatkan produktifitas hasil budidaya melalui
perubahan dan modifikasi sistem akuakultur. Dengan adanya rekayasa, maka
kualitas air dalam bak akan tetap terjaga sehingga kelangsungan hidup dan
pertumbuhan ikan menjadi optimal. Disamping itu, serangan bibit penyakit pada
ikan budidaya akan berkurang. Akibatnya, produksi ikan hasil budidaya akan
terjamin dalam jumlah yang optimal.
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun
tujuan dari praktikum ini dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
jenis dan model bak pemeliharaan pada setiap jenis stadia ikan budidaaya.
2. Mengetahui
peralatan penunjang dalam kegiatan budidaya.
3. Mengetahui
tekhnik penyaringan air media budidaya.
4. Mengetahui
tekhnik perangsangan pemijahan
5. Mengetahui
tekhnik penanganan ikan yang terserang penyakit.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I.
METODE
PRAKTIKUM
1.1
Waktu dan Tempat
Praktikum
Praktikum
ini dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2010, di Balai Besar Riset Perikanan
– Budidaya Laut (BBRP-BL) Gondol, Bali.
1.2
Alat dan Bahan
Praktikum
No
|
Alat-alat
|
|
Nama alat
|
Fungsi
|
|
1
|
Bolpoin
|
Mencatat
hasil wawancara dan pengamatan
|
2
|
Kamera
digital
|
Mengmbil
gambar objek pengamatan
|
No
|
Bahan-bahan
|
|
Nama bahan
|
Fungsi
|
|
1
|
Buku
|
Mencatat
hasil wawancara dan pengamatan
|
1.3
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang
dilakukan dalam praktikum ini adalah pengamatan terhadap wadah pemeliharaan dan
alat penunjang budidaya, dan wawancara dengan pengelola budidaya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Disinfektan
1. Kolam dan peralatan yang akan dipakai dibersihkan dengan kaporit dan detergen dengan dosis terkaan.
2. Telur yang dipanen diberikan disinfektan dengan dosis…………
3. Ikan yang sakit diobati dengan air tawar dan formalin ……5%
b. Sirkulai air
1. Air yang dipompa dari laut disaring dengan filter pasir.
2. Sitem sirkulasi air adalah irkulasi 24 jam, air diambil dari sebelah kiri bukit dan dibuang ke sebelah kanan bukit.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
1.1 Pembahasan
Disinfeksi adalah usaha untuk mengurangi dan mematikan mikroorganisme yang terdapat pada bak pemeliharaan, dan peralatan budidaya agar biota budidaya dapat hidup dan tumbuh dengan optimal. Menurut, Mahendra, 2006, ada 3 metode dalam disinfeksi yaitu disinfeki secara fisik, kimia dan mekanik. Disinfeki fisik adalah suatu disinfeki yang bersifat fisik, dimana pelenyapan terhadap mikroorganisme dilakukan dengan cara pemanasan media air budidaya dengan menggunakan sinar matahari dan sinar ultra violet. Disinfeksi kimia dilakukan dengan menggunakan zat-zat kimia seperti klorin, formalin dan detergen. Sementara disinfeki mekanik dilakukan dengan cara memisahan partikel dan sejumlah mikro-organisme yang menempel pada tubuh ikan.
BBRP-BL Gondol Bali menggunakan disinfeksi kimia pada peralatan dan wadah budidaya. Bak yang akan dipakai sebagai wadah pemeliharaan terlebih dahulu didisinfeki dengan menggunakan larutan formalin ….%. dosis yang digunakan tidak menentu, akan tetapi hanya menggunakan terkaan saja. Hal ini tidak akan berbahaya karena penggunaan formalin dengan dosis terkaan tersebut diberikan pada wadah budidaya sebelum ikan dimasukkan. Wadah yang sudah dibersihkan, selanjutnya dibilas dengan air menngalir sampai bersih kemudian dikeringkan.
Menurut Warjiman 2003, penggunaan disinfeksi dengan zat kimia lebih efektif untuk membunuh mikroba. Namun dosis yang akan digunakan untuk mengobati ikan yang terserang penyakit dan telur yang dipanen harus sesuai dengan takaran. Pemeberian dosis disinfektan pada telur dan ikan yang terserang penyakit dapat menyebabkan ikan keracunan dan menimbulkan kematian. Untuk itu, BBRP-Bl Gondol menggunakan larutan formalin …….. % dengan dosis… ml selama …..menit. dosis tersebut masih dalam kemampuan toleransi ikan, akan tetapi tidak dapat ditoleransi oleh parasit. Selain itu ikan yang terkena penyakit juga, direndam dalam air tawar selama 5 menit. Yusmawardhani 2000 menyatakan, parasit air laut tidak dapat mentoleransi pebedaan alinitas yang lebar, sehingga parasit akan mati ketika direndam dalam air tawar.
Untuk menghindari telur dari serangan jamur, maka telur yang dipanen harus segera didisinfeksi. Disinfekstan yang digunakan untuk telur adalah formalin 40% selama 10-15 menit. Dengan demikian maka jamur dan bakteri akan mati dan tidak menjangkit telur. Telur didisinfeksi karena telur belum memiliki sistem imun untuk melawan bibit penyakit. Telur yang tidak didisinfeksi, akan terserang oleh jamur dan bakteri, akibatnya akan sulit menetas dan bahkan menjadi busuk. Ketika telur yang tidak didisinfeki menetas, telur terebut akan rentan terhadap kematian, karena ia telah diinfeksi oleh penyakit (Anonim, 2010).
Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit, peralatan penunjang bukan saja diberikan disinfektan, tetapi juga tidak boleh dicampur penggunaanya dengan bak lain (Sugandhi, 2006). Kegiatan budidaya yang dilkukan di BBRPBL Gondol tidak mencampur penggunaan alat tersebut. Akan tetapi, pada kegiatan pembenihan skala rakyat milik muhamdiah, mencampur aduk penggunaan alat-alat penunjang tersebut. Cara seperti ini tentunya akan dapat menyebabkan penularan dan kontaminasi bibit penyakit. Oleh karena itu peralatan sebaiknya hanya digunakan pada masing-masing bak.
Untuk mengefisenkan biaya pembuatan bak, maka model bak pemeliharaan ikan dibuat berbentuk bulat. Dengan pola renang ikan dewasa yang melingkar mengelilingi bak, maka semua sisi bak akan terpakai. Jika bak dibuat berbentuk segi empat, maka dengan pola renang ikan yang melingkar ada sisi bak yang tidak terlewati. Oleh karena itu, model bak yang bulat lebih efisien dibandingkan dengan model kotak. Selain itu, model bulat juga berhubungan dengan sifat ikan kerapu yang mengelilingi dinding bak. Bak dengan sudut mati, akan membuat pergerakan ikan kerapu terhenti dan kebingungan. Dalam kondisi tersebut, ikan kerapu akan ,menabrak-nabrak dinding bak seingga kerapu luka, stress dan pertumbuhannya lambat.
Setiap bak pemeliharaan, harus dilengkapi dengan pipa inlet dan outlet. Pipa inlet dan outlet ditempatkan pada sisi yang berbeda agar parasit dan kotoran langsung keluar dan tidak tertinggal di dalam bak. Selain itu, untuk mempermudah proses pengeluaran kotoran dari dalam bak, dasar bak dibut miring dengan saluran outlet berada di tengah. Menurut Sunarto, 2004, kemiringan dasar bak yang ideal adalah 2 % dari lebar bak. Jadi jika lebar bak 25 meter, maka kemiringan bak menuju dasar pipa outlet adalah 0,5 meter. Informasi mengenai kemiringan dasar bak budidaya di BBRP-BL Gondol tidak diperoleh.
Parameter yangmendukung keberlangsungan dan pertumbuhan ikan adalah suhu. Pada suhu yang tinggi, laju metabolime ikan akan meningkat, akibatnya konsumsi pakan akan meningkat, sehingga pertumbuhan bisa terangsang dengan lebih cepat. Pada suhu yang rendah, laju metabolisme akan menurun, sehingga kebutuhan ikan untuk makan akan menurun dan pada akhirnya akan mengakibatkan laju pertumbuhan lambat, dan sistem imun menurun. Suhu yang menimgkat ataupun menurun secara terus menerus, akan mengakibatkn ikan menjadi stress (Sarwono, 2000). Dalam kondisi stress, tingkat kekebalan tubuh ikan akan menjadi menurun, sehingga bibit penyakit mudah menyerang ikan. Untuk itu, kondisi suhu dalam bak pemeliharaan harus diupayakan tetap stabil.
Kondisi suhu bak pemeliharaan ikan di BBRP-BL gondol diatur dengan sistem pengatapan transparan dan atap tidak tembus cahaya. Dengan cara ini, maka sinar matahari yang masuk ke dalam bak pemeliharaan dapat memanasi bak dan suhunya tidak berubah, karena sinar matahari pantulan dari dalam bak tidak dapat keluar meleati atap permanen. Dengan demikian kondisi suhu dalam bak pemeliharaan akan relative stabil hingga malam hari. Akan tetapi, pembenihan skala rakyat milik Muhamadiah dilakukan pada ruangan terbuka, tanpa atap. budidaya dengan sistem ini tentunya akan mengahsilkan kualitas yang lebih rendah dari pada budidaya yang dilakukan pada tempat tertutup. Terlebih lagi, Ketika musim penghujan, air bak dapat melimpah dan menghanyutkan larva ikan. Perubahan salinitas akibat masukan air tawar ke bak pemeliharaan memang tidak akan berdampak negative bagi biota eurihaline seperti bandeng. Namun bibit penyakit akan lebih mudah terbawa masuk ke dalam bak budidaya.
Menurut Hamzah, 2009, air media budidaya merupakan pembawa penyakit. Jasad mikrorganisme seperti virus, bakteri, dan jamur akan sangat mudah melewati saringan biasa. Untuk mencegah pathogen-patogen tersebut masuk, Menurut Dahuri, 2004, ada tiga cara treatmen air budidaya yaitu treatmen fisik, kimia dan biologi. Filter fisik terbuat dari partikel-pertikel anorganik seperti pasir dan ijuk. Filter biologi berasal dari jasad hidup, baik mikroba, tumbuhan maupun hewan. Filter fisik hanya dapat menyaring partikel tersuspensi seperti parasit dan lumpur. Sementara filter biologi dapat mengubah zat beracun seperti amoniak menjadi nitrit.
Sistem filtrasi yang digunakan oleh BBRP-Bl Gondol Bali adalah filter fisika dengan penyaring pasir. Air dipompa dari sebelah kiri bukit, kemudian air disaring dengan filter pasir lalu disalurkan ke media budiddaya.air sisa dibuang ke laut di sebelah kiri bukit. Menurut Chris 2000, air media budidaya mengandung limbah yang dapat beracun bagi ekosistem perairan. Racun tersebut berasal dari sisa pakan dan feses ikan yang menghasilkan zat amoniak dan H2S akibat proses dekomposisi. Oleh karena iu, sebelum air sisa budidaya dibuang maka terlebih dahulu harus ditreatmen agar air yang keluar tidak bahaya. Chris lebih lanjut menyatakan, bakteri nitrobakter dan bakteri nitrifikasi dapat digunakan untuk merubah gas beracun tersebut.
Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi, sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0 C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan gudang.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
I.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari
kegiatan paraktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kondisi kegiatan budidaya di BBRP-BL Gondol
Bali sudah cukup baik, karena semua fasilitas penunjang budidaya telah
tersedia.
2. Penagananan induk sampai menghasilkan telur
sudah berjalan dengan baik, sehinggp kelangsungan hidup dan tingkat pertumbuhan
ikan cukup optimal.
3. Filter air dari pasir hanya bisa menyaring
partikel tersuspensi seperti ptogen dan lumpur.
4. Limbah media air budidaya Gondol tidak
difilter terlebih dahulu, sehingga amoniak, dan H2S dapat ikut
terbawa air.
5. Disinfektan bak dan peralatan budidaya
bertujuan untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dan pesaing.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2010. Tekhnologi Tepat Guna Warintek.
http://www.iptek.net.id/ind
/warintek/?mnu=6&ttg=3&doc=3b6. 25 Desember 2010.
Chris
2000. Perekayasaan Kualitas Air Budidaya.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Dahuri,
2004. Manajmen Kualitas Air Untuk
Kesehatan Ikan. Agromedia. Jakarta.
Hamzah,
2009. Penyakit Ikan. Gramedia.
Jakarta.
Mahendra,
2006. Metode Disinfeksi Pada Budidaya Perairan. Gramedia, Jakarta.
Sarwono,
2000. Rekayasa Perbaikan mutu Media
Budidaya. Gramedia. Jakarta.
Sugandhi,
2006. Perawatan Alat Penunjang Bdidaya.
http://zonaikan.wordpress.
com/2010/03/03/ perawatan-alat-penunjang-budidaya/. 25 Desember
2010.
Sunarto,
2004. Kolam Budidaya Ikan. http://zonaikan.wordpress.com/2010/03/03/
kolam-budidaya-ikan/.
25 Desember 2010.
Warjiman
2003. Pengobatan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Yusmawardhani
2000. Penanggulangan Parasit Dan penyakit
Ikan. Gramedia Jakarta.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Post a Comment